Sekolah Tatap Muka di Jepang Selama Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 membuat hampir seluruh negara di dunia menyelenggarakan pendidikan secara online, termasuk di Indonesia. Namun sebagian besar sekolah di Jepang menggelar pendidikan tatap muka.
Bagaimana sekolah di Negeri Sakura selama pandemi? Jepang telah menerbitkan panduan penyelenggaraan sekolah selama pandemi Covid-19. Panduan itu, seperti dilansir The Japan Times, mengatur sekolah agar mengurangi aktivitas yang berisiko meningkatkan penularan virus Covid-19.
Di antaranya, dalam pelajaran olahraga, harus digelar tanpa kontak fisik. saat murid-murid diminta untuk berlari pun, diminta untuk merentangkan tangan sehingga mereka tetap menjaga jarak aman antara teman yang satu dengan yang lain.
Protokol kesehatan dilakukan sangat ketat, yaitu siswa wajib menggunakan masker, mencuci tangan secara rutin dan menjaga jarak saat di sekolah. Demikian pula, tempat duduk murid di dalam kelas harus diatur dengan jarak 1 meter dengan tempat duduk lainnya.
Jendela ruang kelas juga harus selalu dibuka agar ruangan memiliki ventilasi yang baik dan bisa menghindari risiko penularan virus di dalam kelas. Aturan-aturan ini oleh Kemendikbud Jepang disebut sebagai ‘kenormalan baru di sekolah’.
Pada umumnya, murid-murid di Jepang sudah terbiasa disiplin sehingga saat aturan-aturan protokol kesehatan, terutama untuk menjaga jarak dan mengantre dengan benar, bisa dilakoni dengan mudah tanpa campur tangan para guru.
Bagaimana dengan di Indonesia? Hampir setahun lebih, para murid di Indonesia melaksanakan kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dalam hal ini, orang tua diminta untuk membantu atau membimbing murid agar disiplin melaksanakan tugas-tugas sekolah secara online.
Namun, sejumlah pesantren telah membuka sekolah secara tatap muka dengan mewajibkan para murid melakukan tes swab sebelum mondok di pesantren.
Rencananya, pembelajaran tatap muka akan dilangsungkan pada tahun ajaran baru Juli 2021 mendatang. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengumumkan hal tersebut secara virtual melalui kanal Youtube Kemendikbud RI pada 30 Maret 2021 lalu.
Nadiem menyebut, pembukaan kembali sekolah bukan berarti kegiatan belajar-mengajar akan kembali seperti sediakala saat Covid-19 belum menyebar. Menurutnya, pembelajaran tatap muka dilakukan dengan terbatas. Yaitu, jumlah murid dibatasi, akan diatur jadwal masuk anak-anak, wajib mengenakan masker dan rajin mencuci tangan.
Selama pandemi, kegiatan olahraga dan ekstrakulikuler ditiadakan. Kantin sekolah juga sementara tidak dibuka dulu, sehingga anak-anak sekolah bisa membawa makanan dari rumah yang jauh lebih aman.
“Pembelajaran tatap muka dapat dihentikan jika ditemukan kasus positif Covid-19 di sekolah. Penutupan bisa dilakukan hingga sekolah tersebut dinyatakan nol kasus,” kata Nadiem.
Terkait rencana pembukaan sekolah di tahun ajaran Juni 2021, menurut Muharyanti (50), salah satu guru sekolah dasar di kawasan Bekasi, akan menjadi tantangan tersendiri. “Pertama karena anak-anak sekolah dasar masih sangat sulit diatur saat harus menjaga jarak antara teman yang satu dengan yang lain.
Kedua, karena PJJ untuk anak-anak sekolah dasar juga cukup menyita waktu para orang tua murid untuk membimbing mereka di rumah, ada murid yang tidak terkontrol karena kebetulan orang tuanya sibuk bekerja. Jadi, kami para guru harus benar-benar mengedepankan kepentingan murid,” jelasnya.
Sementara bagi sejumlah murid, pembukaan sekolah tatap muka adalah hal yang paling dinanti-nantikan. “Saya bosan belajar di rumah. Tidak semangat belajar sendiri secara online. Kalau di sekolah lebih semangat belajar karena banyak teman,” ujar Anggi, salah satu murid SMP di Jakarta.
Hal senada juga diungkap Mahya, yang akan memulai tahun ajaran baru Juni 2021 di SMA. “Kalau masuk sekolah baru masih belajar online, saya tidak kenal dengan teman-teman baru,” kata Mahya.***