Mahakarya yang Kurang Dikenal Publik
Patung Menembus Batas karya seniman Teguh Santoso Ostenrik yang dipajang di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo, Jakarta Barat adalah sebuah mahakarya yang dikonsep selama 27 tahun.
Pengunjung berfoto dengan menginjak Patung Menembus Batas karya Teguh Ostenrik di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo, Jakarta Barat pada 27 Nov. 2020.
Patung Menembus Batas karya seniman Teguh Santoso Ostenrik yang dipajang di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo, Jakarta Barat adalah sebuah mahakarya yang dikonsep selama 27 tahun. Sayang, mahakarya ini kurang dikenal masyarakat.
Karya seni yang terdiri dari pecahan empat keping Tembok Berlin dengan 14 figur manusia baja ini diresmikan oleh Gubernur Jakarta saat itu, Djarot Saiful Hidayat pada 3 Oktober 2017.
Untuk mendapatkan empat tembok Berlin yang masih polos, Teguh harus merogoh DM18.000 (Deutsche Mark, mata uang Jerman Barat saat itu) atau setara dengan Rp162 juta. Ia terbang ke Jerman untuk membeli tembok dua minggu setelah tembok Berlin dirobhkan pada 9 November 1989.
Grafiti yang dilukiskan Teguh ke tembok itu pun dibuat melalui riset. Ia mencari bentuk graffiti dan font (bentuk huruf) zaman 1970-an. Kata-katanya diambil dari sajak karya Reiner Maria Rilke.
Dibuat dengan konsep matang, karya ini membawa pesan pentingnya persatuan Indonesia. "Dasar pemikiran dari Patung Menembus Batas ini datang dari bentuk negara kita yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, bahasa dan budaya. Di antara suku-suku bangsa yang sama sekali berbeda itu, selalu ada "Tembok Berlin"," kata Teguh saat peresmian.
Tembok Berlin dibangun pada 1961 guna memisahkan antara Jerman Barat dan Jerman Timur akibat perang dingin dua kubu negara adikuasa, yakni blok timur serta blok barat. Tembok Berlin dalam instalasi Patung Menembus Batas sebagai pemisah bangsa yang harus ditembus demi persatuan.
Sayangnya, karya seni sarat makna itu sekarang kurang terawat. Sejumlah huruf yang menempel di patung terlepas. Rumput tumbuh di sekitar patung yang berdiri di atas hamparan pasir putih.
Salah seorang pengunjung yang ditemui, Muhammad, mengaku tak tahu jika instalasi seni ini sebuah mahakarya dari seniman kondang. “Saya kira tembok biasa. Saya tidak tahu kalau itu tembok Berlin,” ujar warga yang tinggal di Jembatan Lima, tak jauh dari Kalijodo.
Istri dan dua anak Muhammad juga berfoto di sekitar patung tersebut. Malah, mereka bergantian naik ke atas patung yang posisinya memang horizontal. Pengunjung yang naik ke atas patung untuk berfoto, lambat laun akan merusak patung besi tersebut. Apalagi lokasi patung berada di tempat terbuka. Terkena terik matahari dan air hujan.
Tingkah masyarakat yang terkesan “kurang menghargai” karya seni agung ini bisa jadi karena ketidaktahuan mereka. Jika mereka tahu bahwa kaya tersebut dibuat dengan upaya luar biasa dan dari materi yang juga tiada tandingannya, tentu sikap mereka bisa berbeda.
Seyogyanya, pemerintah Provinsi Jakarta membuat papan informasi mengenai karya seni ini. Bahan yang digunakan, konsep dan pesan dari Patung Menembus Batas bisa ditulis di sekitar karya seni agar masyarakat ikut merawatnya. Juga, peraturan yang mesti ditaati saat melihat patung. Misalkan, tidak boleh menginjak patung saat berfoto atau menambah coretan di graffiti yang ada.
Selain papan informasi mengenai patung dahsyat itu, juga perlunya perawatan di taman secara keseluruhan. Muhammad mengatakan, jika malam Minggu dan hari libur, banyak pedagang yang membuang sampah sembarangan.
“Kalau mau menjadikan ini sebagai tempat bermain anak, sebaiknya pedagang berjualan di luar arena sehingga taman benar-benar bersih,” katanya.
Mengenai kebiasaan pedagang membuah sampah sembarangan juga dibenarkan oleh petugas kebersihan yang saat itu sedang menyapu. Meski sudah disediakan tempat sampah, lebih banyak pedangan yang membuang sampah seenaknya. “Mungkin mereka berpikir sudah ada tukang sapu,” ujarnya.
Menurut petugas kebersihan yang tak mau disebutkan identitasnya itu, pengunjung pada hari kerja sangat sepi. Apalagi, saat ini Jakarta masih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi.
Untuk Sabtu dan Minggu, jumlah pengunjung relatif banyak. Pemerintah harus meningkatkan kesadaran pengunjung, dan terutama pedangang, untuk menjaga kebersihan taman.
Jangan sampai, karya seni adiluhung itu kehilangan makna karena berada di lokasi yang kotor dan tak diketahui maknanya oleh masyarakat. Bukan hanya papan informasi, petunjuk dan papan peringatan yang harus dipasang. Petugas harus terus berjaga, khususnya pada hari libur, agar kebersihan dan kenyamanan Kalijodo tetap terjaga. ***