Kemiripan Latar Belakang Memungkinkan Suga dan Biden Berakrab-akrab
PM Suga Yoshihide adalah tamu pemimpin asing pertama Presiden Joseph Biden di Gedung Putih. Keduanya ingin berhubungan lebih erat guna menangkal pengaruh Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik.
Saat artikel ini ditayangkan pada 17 April, Perdana Menteri (PM) Jepang Suga Yoshihide baru saja mengakhiri pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joseph Biden di Washington, DC.
Sementara itu sejumlah pengamat politik sibuk menduga-duga apakah pertemuan yang—tentu saja—terutama diwarnai “keprihatinan bersama” soal kiprah Tiongkok di Indo-Pasifik itu bakal berujung pada hubungan erat, bahkan di level personal, antara Suga dan Biden.
Bagaimanapun, para pengamat itu percaya hubungan baik secara pribadi bakal memuluskan kesepakatan tentang banyak hal terkait isu-isu penting seperti keamanan dan perdagangan.

Mereka tampaknya tak ingin masa-masa di mana hubungan antara pemimpin AS dan Jepang terkesan “berjarak” seperti di era Presiden Barack Obama dan PM Abe Shinzo terulang lagi. Pasalnya, hal itu lebih banyak “nyusahin” daripada membantu kepentingan kedua negara.
Optimisme untuk hubungan lebih baik dan hasil lebih menjanjikan tampaknya kali ini cukup besar. Bagaimanapun, Biden adalah pribadi yang berbeda dengan Obama. Suga juga tak serupa dengan Abe.
Biden jauh lebih hangat dari Obama yang tak hanya dianggap agak angkuh oleh Abe, namun juga oleh sejumlah pemimpin Eropa, bahkan Israel.
Dalam suatu pertemuan dengan Obama, Abe mengingat dengan jelas bagaimana presiden ke-44 AS itu sangat “businesslike” dan tak berupaya membangun kedekatan.
Saat dalam suatu jamuan yang dihadiri para sosok penting, Obama seolah secara sengaja minta disediakan sebotol air mineral sementara yang lain bersama-sama minum anggur. “Saya rasa ia memang ingin, secara hati-hati, menunjukkan bahwa dirinya berbeda dengan yang lain,” kata Abe.
Pendahulu Suga mengakui adanya jarak antara dirinya dengan Obama, setidaknya di masa awal kepemimpinan sosok yang masa kecilnya sempat dihabiskan di Indonesia itu.
“Bukti” adanya perbedaan besar dalam pandangan politik muncul kembali ketika AS menyatakan “kecewa” dengan kunjungan Abe ke Kuil Yasukuni untuk mengenang mereka yang gugur dalam perang.
Abe kala itu marah dengan pernyataan tersebut dan mengatakan, “Pemerintahan Obama sama sekali tak memiliki pemikiran strategis. Apa yang dikatakannya cuma membakar semangat anti-Jepang di Tiongkok, Korea serta Asia Timur umumnya. Hal tersebut akhirnya hanya merugikan kepentingan strategis AS di kawasan ini.”
Biden—diakui dirinya maupun Obama—memang kadang mempunyai pandangan bertolak belakang. Meski demikian, belakangan keduanya berhasil membangun relasi “bromance” legendaris yang melampaui kerangka presiden-wakil presiden. Sedemikian eratnya hubungan Obama-Biden dalam banyak hal sehingga muncul pendapat bahwa satu-satunya pemimpin yang bisa akrab dengan Obama adalah Biden.
Bagaimanapun, jaman berubah. Biden kini presiden. Artinya ia bebas menentukan kebijakannya sendiri.
Dengan latar belakangnya yang amat mirip Suga, bisa jadi ia bakal erat relasinya dengan Suga serta membawa kemaslahatan bersama.
Seperti Biden, Suga bukan berasal dari keluarga politik. Artinya keduanya sama-sama meniti karir politik dari anak tangga paling bawah. Keduanya sama-sama berusia 70-an namun suka mendorong dan mendukung kaum muda untuk maju dan berperan.
Keduanya mencapai posisi “second-in-command”cukup lama. Suga merupakan chief cabinet secretary selama 7 tahun 8 bulan di bawah Abe sementara Biden menjabat wakil presiden selama 8 tahun dalam pemerintahan Obama.
Mereka berdua amat percaya pada pentingnya upaya membangun pendekatan politik secara bottom-up, kadang bahkan dimulai dari para pejabat rendahan di tingkat kementerian.
Baik Suga maupun Biden menggemari pencuci mulut manis. Suga rutin menyantap pancake dan mochi sementara Biden nyaris setiap ada kesempatan selalu mencari es krim.
Keduanya sama sekali tak merokok dan menikmati minuman keras.
Sejak mulai memangku jabatannya—Suga sejak September 2020 dan Biden sejak Januari 2021—keduanya sudah berbicara lewat telepon dua kali. Dan kini, Suga adalah tamu Biden pertama di Gedung Putih.
Sebelumnya, ia konon mengajukan usul untuk saling memanggil dengan sebutan “Yoshi” dan “Joe.” Biden sama sekali tak keberatan tentang hal itu.
Seorang pejabat pemerintahan Jepang yang menolak diungkap identitasnya menyatakan, “Pembicaraan telepon antara Suga dann Biden selalu berlangsung mulus. Mereka tampaknya bisa berhubungan erat.”
Sang pejabat juga mengungkap dalam pembicaraan virtual yang melibatkan pemimpin empat negara termasuk India dan Australia Maret lalu, Suga dan Biden tampak “seia sekata.”
Suga sendiri dalam suatu wawancara televisi 6 April menyatakan, “Saya ingin membangun relasi personal dengan Biden melalui sejumlah pembicaraan.”
Berhasil atau tidak tentu masih mesti disimak seiring perjalanan waktu. Bagaimanapun, dalam pertemuan Washington, jelas-jelas keduanya berbagi pandangan soal Tiongkok, Laut Cina Selatan, Korea Utara serta masa depan kawasan Indo-Pasifik. ***