Ini dia Hidangan Tertua dari Negeri Sakura dan Indonesia
Ini bukan semata-mata soal kuliner menarik. Namun juga tentang riwayat panjang hidangan tertentu dari Jepang dan Indonesia, yang "kebetulan", sama-sama negara kepulauan nan kaya ikan dan daging.
Negeri Sakura kaya akan beragam budaya tradisional, termasuk makanan tradisional. Washoku adalah salah satu jenis kuliner tertua di negeri itu dan sudah dikenal di manca negara. Bagaimana dengan di Indonesia, ada yang tahu hidangan tertua Tanah Air?
Salah satu jenis kuliner tertua di Jepang berupa satu set makanan yang terdiri dari nasi, sup, lauk-pauk dan sayuran yang dimasak dengan cara direbus, dikukus, digoreng, ditumis atau dibakar disebut washoku.
Berkonsep “Ichiju Sansai” yang artinya “satu sup dan tiga lauk”, dalam penyajiannya, washoku bisa terdiri dari tiga lauk kombinasi daging, ikan, telur, tempe, tahu dan lauk lain yang merupakan sumber protein. Terkadang hidangan washoku juga dilengkapi dengan semangkuk kecil acar sebagai makanan pendamping.
Menu yang disajikan juga bervariasi dan selalu berubah mengikuti musim. Negeri Sakura memiliki empat musim, yakni musim panas, musim semi, musim gugur dan musim dingin. Makanan khas Jepang ini menggunakan bahan makanan yang hanya bisa diperoleh pada musim-musim tertentu. Hal ini dapat menjauhkan para penikmat masakan Jepang dari kebosanan.
Menurut Executive Souschef Japanese Aerofood ACS beberapa waktu lalu, Osawa Suichi, selain lezat dan bergizi, menu tradisional tersebut, merupakan masakan yang dibuat untuk menghargai rasa asli dari bahan-bahannya. Sehingga bumbu yang digunakan pun tidak terlalu banyak.
“Rasanya lebih natural. Karena masyarakat Jepang gemar yang hal-hal yang berbau alami dan mereka merasa bahwa bahan-bahan makanan sebenarnya sudah memiliki cita rasa alami masing-masing,” paparnya.
Makanan ini menjadi salah satu menu berkelas di Jepang, berkalori rendah dan memberikan nuansa kebersamaan. Cara penyajiannya dalam satu set nampan dengan piring dan mangkuk juga disusun menarik sehingga tampilannya begitu menggoda. Karena itulah makanan sehat ini di 2013 mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai “warisan budaya tak benda” atau Intangible Cultural Heritage.
Dalam Bahasa Indonesia, washoku artinya makanan Jepang. Disebutkan Osawa, washoku berasal dari kata “wa” artinya Jepang dan “shoku” berarti “makan atau makanan”. Sehingga washoku diartikan sebagai “makanan Jepang”.
Washoku atau yang disebut juga dengan “nihonshoku” ini sudah ada sejak 15.000 tahun silam, yaitu sejak Jaman Tembikar. Pada masa itu, makanan sudah diolah dengan cara direbus, dibakar dan dikukus. Sementara dengan cara digoreng hanya bisa dinikmati oleh orang kaya karena minyak sangat mahal. Kalangan rakyat biasa baru menikmati gorengan sejak 300 tahun lalu setelah harga minyak tak lagi melambung.
Sementara itu, di Indonesia, konon, hidangan Coto Makassar merupakan hidangan berusia panjang karena sudah ada sejak Jaman Somba Opu, pusat Kerajaan Gowa saat mengalami masa kejayaan pada 1938. Makanan ini disebut-sebut sebagai hidangan berkuah tertua asli Indonesia.
Makanan ini dulu menjadi menu sarapan para raja dan bangsawan Gowa. Namun para prajurit di lingkungan kerajaan juga diperbolehkan menyantap ini. Meski Coto Makassar adalah menu asli Indonesia, namun ada juga pengaruh Tiongkok, yaitu dengan menambahkan taoco pada menu ini.
Ciri khas masakan ini adalah memiliki banyak rempah dan bumbu. Karena itu hidangan ini juga kerap disebut terbuat dari “rampang patang pulo” atau 40 jenis rempah. Namun biasanya tidak semua 40 rempah dipakai. Tapi rasa kuah Coto Makassar ini sangat kental bumbu dan otentik lokal.
Di antara rempah-rempah yang digunakan adalah kacang tanah, kemiri, cengkeh, biji pala, serai, lengkuas, merica, bawang, ketumbar, jahe, laos, daun jeruk purut, daun salam, kunyit, daun bawang, daun seledri, cabai merah, cabai hijau, gula talla, asam, kayu manis, garam dan taoco. Sementara untuk melembutkan daging, digunakan papaya muda.
Bumbunya benar-benar komplit. Rasanya tentu sangat lezat karena kaya akan rempah-rempah asli Indonesia. Biasanya Coto Makassar dimakan dengan ketupat.
Selain Coto Makassar, hidangan Nasi Bekepor juga disebut-sebut sebagai salah satu masakan tertua Indonesia. Sepintas mirip Nasi Liwet, yaitu nasi dimasak dicampur dengan ikan asin, rempah-rempah dan sedikit minyak.
Tapi Nasi Bekepor pada Jaman Kerajaan Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur, dimasak dengan cara diputar menggunakan kenceng atau kendil dari perunggu di atas bara api. Proses memutar inilah yang dinamakan “bekepor”. Biasanya Nasi Bekepor dihidangkan dengan daging bumbu kecap. Rasanya juga sangat nikmat luar biasa.
Masih ada sejumlah makanan tua negeri ini. Nasi Bogana merupakan kuliner yang sudah terkenal sejak jaman Sunan Gunung Jati. Terbuat dari telur pindang, opor ayam yang disuwir, serundeng dan tumis kacang yang dicampur dengan nasi.
Sementara, Docang disebut-sebut sebagai makanan wajib Walisongo. Docang terbuat dari lonrong, daun singkok dan tauge.
Di Solo, hidangan Nasi Jemblung konon merupakan hidangan yang kerap disantap para raja dan bangsawan. Nasi dibentuk jemblung seperti donat. Dihidangkan dengan alas daun pisang.
Lubang di bagian tengah nasi tidak dibiarkan kosong, namun diisi lauk-pauk seperti daging sapi yang disemur atau seperti bistik sapi. Juga dilengkapi dengan sambal dan lalapan.
Makanan yang usianya ratusan tahun dari negeri ini adalah Papeda. Merupakan makanan khas dari Suku Dani. Terbuat dari sagu yang diaduk-aduk dengan air mendidih hingga mengental seperti lem. Biasanya menjadi pengganti nasi. Papeda ini dihidangkan dengan kuah ikan kuning atau ditambah sayuran lain.
Ada juga Urip-Urip Gulung yang merupakan makanan kesukaan para Sultan di Yogya. Terbuat dari ikan lele filet yang digulung dan dipanggang dan disajikan dengan saus mangut. Ada yang sudah pernah merasakan sejumlah hidangan dengann rentang sejarah panjang tersebut? ***