Indonesia Menjadi 'Tempat Sampah' Mobil Jepang?
Mobil berbahan bakar bensin dan solar bakal dilarang di Jepang pada 2030-an. Kemana mobil itu akan "dibuang"? Salah satunya ke Indonesia.
Mobil listrik akan menjadi “kewajiban” di Jepang mulai 2030-an.
Pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan untuk menetapkan target melarang penjualan kendaraan baru berbahan bakar bensin pada pertengahan 2030-an.
Pemerintah ingin mempercepat dekarbonisasi di industri otomotif dalam upaya mewujudkan tujuan Perdana Menteri Suga Yoshihide untuk mengurangi emisi gas rumah kaca Jepang secara efektif menjadi nol pada 2050.
Pemerintah akan bekerja lebih keras untuk mempromosikan kendaraan listrik, di atas kendaraan hibrida, yang menjadi kekuatan pabrikan mobil Jepang.
Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri akan segera mengadakan pertemuan dengan para ahli dan perwakilan dari produsen mobil untuk membahas kebijakan pengurangan penggunaan kendaraan berbahan bakar bensin dan masalah lain yang terkait dengan industri.
Jepang telah menyusun target untuk meningkatkan pangsa mobil ramah lingkungan, seperti kendaraan hibrida dan listrik, menjadi 50-70% pada 2030. Namun target tersebut kurang ambisius dibandingkan dengan tujuan yang ditetapkan oleh negara lain, seperti Inggris, yang bertujuan untuk melarang penjualan kendaraan berbahan bakar bensin pada 2030.
Jika pemerintah pusat kurang ambisius soal mobil listrik, berbeda dengan pemerintah Metropolitan Tokyo. Gubernur Tokyo Koike Yuriko mengatakan, penjualan mobil baru berbahan bakar bensin akan dilarang di ibukota Jepang pada 2030.
"Kami ingin mobil penumpang baru yang dijual adalah kendaraan nongasoline di seluruh Tokyo pada 2030," kata Koike dalam rapat pleno majelis Tokyo. Ia juga mengumumkan target untuk menghilangkan penjualan baru sepeda motor bertenaga bensin pada tahun 2035. "Kami akan menjadi 100% non-bensin dan memimpin tren global," lanjutnya.
Target pemerintah metropolitan sebelumnya menyerukan realisasi perubahan seperti itu pada 2050.
Menurut pemerintah Tokyo, mobil nongasoline, termasuk kendaraan hybrid, menyumbang sekitar 40% dari mobil penumpang baru yang dijual di Tokyo pada tahun fiskal 2019.
Tujuan Tokyo menempatkannya lima tahun lebih awal dari rencana nasional karena kota ini ingin memimpin dalam mempromosikan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Tokyo akan "meminta" produsen mobil mematuhi kebijakannya, meski tidak ada hukuman untuk pelanggar. Namun, ia yakin perusahaan akan mematuhi karena mereka mempertaruhkan reputasinya.
Berkaitan dengan hal itu, Toyota Motor mengatakan, semua kendaraan baru akan dilengkapi dengan fungsi kendaraan listrik (termasuk model hybrid) pada 2025. Nissan juga akan meningkatkan rasio kendaraan listrik di Jepang menjadi 60% pada tahun fiskal 2023. Produsen mobil dipaksa untuk memajukan target mobil listrik dalam menanggapi pengumuman Tokyo.
Langkah Tokyo bisa menjadi masalah bagi produsen kendaraan kompak yang belum berinvestasi dalam pengembangan teknologi EV. Daihatsu Motor, yang memiliki pangsa pasar terbesar keempat berdasarkan penjualan domestik, hanya memproduksi kendaraan berbahan bakar bensin murni untuk jajaran mobil kompak utamanya. Para analis mengatakan kebijakan tersebut kemungkinan akan mendorong upaya untuk memperoleh teknologi kendaraan hibrida atau listrik melalui aliansi.
Macet akan tetap menghantui Jakarta jika jumlah kendaraan terus bertambah.
Beberapa pabrikan mobil mengeluh, Tokyo tidak berkonsultasi atau mengoordinasikan industri sebelum meluncurkan rencananya. Seorang eksekutif Honda berkata, ”Kecenderungan ke arah elektrifikasi benar dalam jangka menengah hingga panjang, tapi ini terburu-buru." Eksekutif lain di produsen mobil yang berbeda mengatakan perusahaan tidak akan dapat memenuhi tenggat waktu 2030.
Bagimana dengan teknologi mobil bensin yang membutuhkan anggaran besar dalam pengembangan teknologinya? Akankah dibuang percuma? Tentu tidak! Jepang negara cerdik. Mereka akan mengirimkan “teknologi using” di negaranya ke negara-negara berkembang di benua Afrika dan Asia, termasuk Indonesia.
Kasus serupa terjadi pada gerbong kereta api. Jika sudah tak dipakai di negeri sendiri karena dianggap tua, gerbong kereta api akan direkondisi dan dikirim ke Afrika, termasuk Tanah Air kita dan dijadikan gebong KRL di Jabodetabek.
Untuk mengekspor teknologi usang, narasi yang dibangun sungguh mulia. Tentu kita ingat ketika pabrik mobil Jepang meminta keringanan pajak khusus terhadap mobil Low Cost Green Car (LCGC). Pada awalnya, LCGC tidak dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) (kini aturan ini sudah dihapus).
“Seluruh masyarakat Indonesia berhak membeli mobil dengan harga murah,” ujar seorang pejabat. Mobil LCGC memberi peluang kepada masyarakat di daerah untuk memiliki kendaraan. Faktanya, sebagian besar mobil terjual di Jabodetabek dan Jawa. Mereka meminta keringan pajak karena produsen Korea Selatan mulai menjual mobil dengan harga miring.
Jadi, siap-siap saja, pada 2030-an nanti banyak mobil baru hadir di negeri kita. Tentu, masih berbahan bakar bensin. Mobil listrik di Indonesia belum berkembang karena dukungan infrastruktur belum memadai. ***