Cerita Horor dari Toilet
Ketika itu saya sedang menginap sendirian di sebuah hotel di Osaka. Tiba-tiba dari toilet terdengar suara “klek”.
Fasilitas toilet di Jepang tak hanya bersih tapi juga cantik.
Jantung saya pun berdegup kencang. Hari belum malam masak sudah ada adegan horror begini. Penasaran, saya memberanikan diri mengecek ke dalam toilet.
Sewaktu saya masuk ke toilet, tutup kloset duduk membuka secara otomatis. Tentu saja tutup kloset itu juga menutup sendiri ketika saya meninggalkan toilet. Itulah sumber bunyi “klek” setelah saya meninggalkan toilet, sensor otomatis dari toilet canggih di Negeri Sakura.
Dalam banyak film dan buku, toilet merupakan salah satu lokasi favorit cerita horor. Salah satu cerita hantu di toilet ada di “Harry Potter ”. Jika mampir ke Harry Potter Land di Universal Studios Japan, jangan lupa menengok ke dalam toiletnya. Toilet di theme park itu ada suara-suara hantunya, persis seperti di film. Hantu di tempat itu bukannya seram malah bikin betah.
Tetapi buat saya, horor yang sungguh-sungguh mengganggu di toilet itu ada pada toilet yang kotor. Kalau dari jauh saja sudah tercium bau pesing dari toilet umum, saya pasti batal masuk ke toilet dan memilih beli minum atau makanan di kafe atau restoran bereputasi baik supaya bisa memakai toilet mereka.
Meskipun demikian, saya tidak bisa selamanya menghindari kejadian horor di toilet. Hobi jalan-jalan dengan bujet pas-pasan, saya cukup sering menginap ke hostel yang murah meriah.
Di salah satu hostel di luar negeri itu saya pernah menemukan horor di toilet. Toilet umum yang ada di penginapan tersebut dipisahkan antara pria dan wanita. Bilik-bilik toilet itu ada di dalam sebuah ruangan.
Hal yang bikin horor adalah bilik toilet itu hanya menutup seseorang yang sedang buang air ketika duduk saja. Bila berdiri, diri kita bisa terekspos separuh badan. Rasa-rasanya orang lain yang melintas dekat bilik toilet bisa dengan mudah mengintip kita saat buang air. Rasa was-was saat ada orang lain masuk ke ruang toilet itu bikin urusan buang air jadi kurang lancar.
Saat keinginan buang air tak tertahankan, di situlah ada keterpaksaan untuk masuk ke toilet umum di sebuah stasiun di pedalaman Tiongkok. Seorang teman pernah memperingatkan bahwa toilet umum di negeri itu tidak berpintu.
Dan benar toilet di stasiun itu kendati dipisahkan berdasarkan jender sama sekali tidak berpintu. Dengan jelas terlihatlah semua orang dalam bilik sedang melakukan hajatnya!
Terkenal sebagai negeri yang senang menjaga kebersihan, cerita-cerita horor sejenis ini boleh dibilang nyaris tak ada di Negeri Sakura. Toilet-toilet umum selalu bersih, wangi dan penuh dengan fitur-fitur yang menarik. Betah rasanya berlama-lama di dalam toilet di Jepang.
Sensor otomatis membuat tutup kloset terbuka dan tertutup dengan sendirinya.
Tetapi di kota-kota kecil yang jauh dari keramaian, kakus umum ada yang masih menggunakan kloset jongkok yang bentuknya sama sekali beda dengan yang ada di Indonesia. Lubang untuk membuang kotoran ada di bagian depan.
Waktu itu saya berkunjung ke pedalaman Kyushu. Stasiun di daerah jauh dari Fukuoka itu masih menggunakan kloset jongkok. Ketika masuk ke dalam bilik toilet, saya menemukan buang air besar yang tersangkut di bagian belakang kloset. Parahnya, bagian itu tidak tersentuh oleh guyuran air yang keluar ketika tombol dipencet. Seberapa pun disiram, kotoran itu tetap akan ada di situ.
Selesai dengan urusan di toilet, teman seperjalanan saya mengulurkan makan siang untuk saya. Menu makan siang itu adalah sandwich isi tuna kaleng. Terus terang, bentuk dan warna tuna itu mengingatkan pada kotoran yang tertinggal di bagian belakang kloset jongkok tadi.
Kemudian kami menginap di rumah seorang teman yang ada di daerah pertanian. Saat buang air, saya kebingungan dengan toilet yang tak punya tombol untuk mengguyurnya. Ternyata lubang toilet itu langsung masuk ke sebuah tempat yang dalam dan terolah menjadi pupuk alami.
WC cubluk seperti itu juga saya temukan di sebuah pulau kecil di tengah danau di pulau utara, Selandia Baru. Tak ada tombol untuk menyiram kloset karena semua yang terbuang di pulau itu diharapkan teruraikan secara alami. Itu sebabnya pengunjung dilarang membuang tisu atau apa pun yang tidak terurai. Semua itu dilakukan demi kelestarian dan kebersihan lingkungan.***