Berjuang Melawan Covid-19 di Wisma Atlet
Sejak Maret 2020, Wisma Atlet Kemayoran yang digunakan untuk Asian Games 2018 'disulap' menjadi Rumah Sakit Darurat Covid-19. Bagaimana penanganan Covid-19 di sini?
Siapapun pasti tak ingin terdampar di 'sarang Covid-19' ini. Atas izin Tuhan, saya akhirnya harus menjalani kehidupan 'baru' di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta selama dua pekan.
Pada 20 Mei 2021 lalu, saya bergabung dengan ribuan pasien Covid-19 lainnya di Wisma Atlet Kemayoran. Ketika memasuki area ini, protokol kesehatan seperti jaga jarak saat menggunakan lift kerap dilanggar. Namun, duduk berjarak, menggunakan masker tetap dilakukan.
Sebelum mendapat kamar, setiap pasien harus menjalani serangkaian pemeriksaan seperti tes darah, jantung, dan ronsen paru-paru.
Dalam kondisi lemah, tak berdaya saya mencoba menjalani serangkaian tes tersebut. Hampir dua jam pemeriksaan, baru saya mendapat kamar.
Treatments yang dilakukan di sini, dokter atau perawat tidak berkunjung ke kamar pasien, namun pasien datang ke poli yang letaknya tidak jauh dari kamar-kamar rawat inap.
Tapi untuk pasien dengan gejala berat, ditempatkan di tower berbeda. Kebetulan pada saat itu, berdasarkan diagnosa dokter, saya termasuk bergejala ringan.
Meskipun dianggap bergejala ringan, tapi perjuangan saya untuk melawan virus ini cukup berat. Demam yang saya alami turun-naik dan baru normal di hari ke-10. Selain itu, sakit kepala luar biasa plus mual.
Kemudian setelah demam, batuk muncul dan hilang penciuman. Anehnya setiap makanan dengan rasa asin jadi terasa asin sekali.
Satu-satunya cara untuk sembuh adalah saya harus memaksakan diri untuk makan sebanyak mungkin dan minum air panas sesering mungkin.
Di sini para pasien Covid-19 mendapat makan tiga kali dan satu kali snack. Demikian pula dengan obat diberikan 3x sehari dan bisa diambil di poli perawatan. Makanan dikemas dalam kotak sehingga mudah dibuang.
Biasanya perawat jaga akan menginformasikan melalui grup WA jika makanan dan obat sudah tersedia.
Setiap pagi, para pasien diminta untuk berjemur agar mendapatkan vitamin D dari sinar matahari langsung. Tapi ada juga pasien yang sekadar 'pindah tidur' di tengah sinar matahari karena mungkin masih mengantuk.
Biasanya saat berjemur, saya bisa berinteraksi dengan pasien lainnya. Banyak kisah di antara mereka.
Ibu Lala, contohnya, dia sudah hampir 20 hari di Wisma Atlet tapi hasil PCR masih positif. Jujur saja ini membuat saya ketar-ketir dan makin stres. Padahal jika ingin cepat sembuh dilarang stres.
Ada juga, Andrew yang masih berusia 20 tahun, mengaku seperti kehilangan nafas saat virus Covid-19 menyerang dirinya. Namun ia tidak mengalami demam berkepanjangan.
Gejala yang dialami pasien berbeda-beda, namun yang paling umum adalah demam, sakit kepala, hilang penciuman, sesak nafas dan batuk.
Tapi, olahraga pagi dengan musik-musik ceria di area lapangan Wisma Atlet cukup membuat saya terhibur.
Nah, uniknya instruktur senam juga adalah pasien Covid-19. Jadi kalau dia sudah sembuh akan ada pasien lain yang menggantikan memimpin senam dan olahraga dengan gaya asal tapi ceria. Toh, kenyataannya pasien lain juga cuek mengikuti gaya asal sang instruktur senam 'jadi-jadian' ini.
Pasien juga bisa bermain voli, sepakbola atau bermain bulutangkis.
Para perawat dan dokter di sini juga sangat ramah dan selalu memberi semangat para pasien untuk sembuh. Bahkan kadang di setiap obat yang mereka berikan selalu ada tulisan : semangat, pejuang negatif atau cepat sembuh.
Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet ini juga menyediakan layanan psikologis gratis bagi pasien yang merasa tertekan akibat Covid-19.
Adakalanya jika mereka tinggal di perumahan yang berdekatan, mereka kadang takut kembali ke rumah setelah sembuh dari Covid-19.
Demikian pula pasien yang terinfeksi karena klaster keluarga. Biasanya menimbulkan masalah baru. Seperti terjadi pertengkaran siapa yang harus pergi meninggalkan rumah untuk isolasi dan sebagainya.
Untuk itulah layanan psikologis juga diberikan di RSDC Wisma Atlet ini. Pihak rumah sakit ingin memberi kekuatan kepada seluruh pasiennya.
Selain itu, di sini para pasien juga bisa mendapat siraman rohani sesuai dengan kepercayaan masing-masing melalui zoom meeting yang juga disediakan pihak RSDC.
Biasanya setelah 9-10 hari perawatan di sini, pasien diminta melakukan tes PCR. Namun pada umumnya mereka diperbolehkan pulang setelah 14 hari perawatan. Kecuali ada keluhan lain, pasien bisa tinggal lebih lama lagi di sini.
Jika kondisi membaik, para pasien diminta berhati-hati terhadap pasien baru. Terutama saat menggunakan lift atau saat berjemur diminta memanfaatkan waktu saat kondisi tidak ramai. Karena bisa jadi, virus-virus baru menyerang pasien yang sudah mau sembuh.
Meski dokter dan perawat tidak berkunjung ke kamar rawat inap, namun mereka biasanya dengan cepat membalas pesan WA para pasien jika ada keluhan.
Terimakasih untuk para dokter dan perawat di RSDC yang dengan sabar melayani. Pastinya bisa dibayangkan betapa sangat tidak nyamannya menggunakan pakaian Alat Pelindung Diri (APD) terus menerus selama bertugas.
RSDC Wisma Atlet juga menyediakan toga untuk wisuda bagi pasien yang dinyatakan negatif dan diperbolehkan pulang. Sebelum pulang, biasanya pasien akan berfoto dulu dengan toga kelulusan dari Covid-19.
Bagaimana prosedur agar bisa dirawat di Wisma Atlet? Saran saya jika Anda mengalami gejala demam segera ke puskesmas terdekat sehingga bisa melakukan PCR secara gratis. Nah, ketika hasil positif, Anda harus melapor ke RT setempat untuk meminta rujukan dirawat di Wisma Atlet.
Nanti RT yang akan melapor ke kelurahan dan pihak kelurahan akan meneruskan ke puskesmas Kecamatan. Memang agak berbelit-belit dan memakan waktu agak lama. Nanti pihak Puskesmas Kecamatan yang akan memproses perawatan di Wisma Atlet atau rumah sakit rujukan lainnya. Tanpa rujukan dari puskesmas kecamatan, Anda tidak bisa dirawat di sini.
Karena pengobatan Covid itu sangat mahal. Sebelum saya dirawat di wisma atlet, saya mencoba isolasi mandiri di rumah.
Karena kebetulan kakak saya dokter, saya berpikir minta resep via WA dan beli obat online setelah hasil PCR saya positif. Vitamin untuk menambah imun yang disarankan kakak saya rata-rata harganya untuk 10 tablet sekitar Rp300.000. Dan banyak vitamin yang harus saya minum.
Namun karena demam saya masih berkelanjutan akhirnya kakak saya menyarankan ke rumah sakit. Beruntung tubuh saya masih kuat sehingga tidak perlu infus. Dan saya memilih wisma atlet karena di sini dokter hanya fokus merawat pasien covid, tidak bercampur dengan penyakit lain.
Apa saja yang harus dipersiapkan saat harus rawat inap di Wisma Atlet? Baju minimal empat, baju olahraga jika ada, baju tidur, plastik untuk sampah atau muntah jika mual, perlengkapan mandi, sabun cuci, sendal jepit, mangkok, gelas atau sendok (ini dibutuhkan kalau mau pesan makanan via Gofood), obat-obatan dan vitamin yang sudah diminum agar dokter bisa melakukan terapi lanjutan.
Semoga kita semua dijauhi dari Covid-19. Tetap jaga kesehatan dan protokol kesehatan. Semangat melawan Covid-19!!***